MODUL 1
Kegiatan Belajar : 1 Sosiologi Distribusi : Batasan dan Ruang Lingkup.
Pembagian sosiologi kedalam beberapa sub bidang pertama
kali dilakukan oleh Durkheim dengan menyetujui gagasan bahwa sosiologi harus
menyibukan diri dengan beraneka ragam institusi dan proses sosial. Comte
membagi ilmu sosiologi terbagi dalam 2 bagian utama,
yaitu statika sosial dan dinamika sosial. Dalam statika sosial, institusi utama
atau kompleks institusi utama di dalam masyarakat dianggap sebagai satuan utama
dalam analisis sosiologi dan sosiologi dianggap sebagai jalinan hubungan antara
institusi-institusi tersebut, sedangkan dalam bagian dinamika sosial, yang
dititik beratkan adalah masyarakat secara keseluruhan sebagai suatu
analisis, serta harus memperlihatkan bagaimana masyarakat berkembang dan berubah
dari masa ke masa.
Sosiologi ekonomi berkembang sejalan dengan sub bidang
sosiologi lainya. Aliran “Sosiologi Ekonomi Baru” dikembangkan melalui karya
Granovetter tentang “Economic Action and
Social Structure : The Problem of Embeddednes” yang konsep intinya
adalah embeddedness yang artinya perilaku ekonomi tertambat pada
jaringan-jaringan hubungan interpersonal. Konsep embedded menunjuk pada proses
ekonomi sebagai hasil hubungan antara tindakan ekonomi dengan struktur sosial. Aliran
ini dibentuk oleh tiga teori yaitu Teori Jaringan, Sosiologi Kebudayaan
dan Teori organisasi. Granovetter membangun paradigma baru dalam sosiologi
ekonomi kelembagaan dengan tiga substansi yakni :
1. Konsep sosial construction of reality
2.
Social
network.
3.
Path-dependent
development.
Sosiologi Ekonomi
mempelajari proses produksi, distribusi dan konsumsi dalam konteks hubungan
dengan masyarakat, institusi dan hubungan sosial sedangkan Sosiologi Distribusi
mempelajari proses alokasi “barang” yang bernilai langka dalam masyarakat.
Analisis Sosiologi distribusi dititik beratkan pada aspek dinamis dari masalah
struktural masyarakat. Satu potulat penting dari Sosiologi Distribusi adalah
bahwa semua hasil tenaga kerja manusia didistribusikan pada dua basis yang pada
prinsipnya saling bertentangan yaitu kebutuhan dan kekuasaan.
Kegiatan Belajar : 2 Manusia dan Masyarakat
Menurut teori radikal masyarakat cenderung di
identifikasikan sebagai sumber kejahatan artinya pada dasarnya manusia baik
tetapi terpengaruh dari institusi-institusi yang korup. Sebaliknya teori
konservatif menyatakan bahwa kejahatan berasal dari sifat egois yang ada pada
setiap individu.
A. Sifat
Alam Manusia.
W.G Summer menemukan
istilah “kerjasama antagonis” untuk menggambarkan azas yang berlawanan dari
kehidupan manusia. Manusia dibawa kedalam asosiasi dan ditahan oleh keinginan
kuat akan keinginan pribadi.
Manusia pada dasarnya berjuang untuk
mempertahankan dirinya sendiri. Perjuangan manusia dalam mempertahankan diri
telah menjadi budaya manusia. Kehidupan sosial, selain untuk mempertahankan
spesies juga untuk memaksimumkan kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kerjasama dengan
individu lain. Dengan kerja sama, manusia dapat memuaskan kebutuhan dan
keinginannya dengan lebih efisien. Di samping manusia melakukan kerja sama
tersebut, manusia tetap mencari cara untuk memaksimalkan kepuasaannya ini hanya
dapat diperoleh jika kegiatan tersebut menempati suatu sistem kerangka kerja
dan hak-hak dasar dari individu dijamin.
Sifat
alam masyarakat pada tradisi konservatif sering kali dibandingkan dengan
organisme biologis. Sebagaimana halnya organisme sebagai suatu sistem
kebertahanan hidup dan keberadaannya tercapai melalui pembagian kerja sama dari
bagian-bagian yang kecil. Dalam melihat masyarakat manusia, terdapat perbedaan
pandangan atau paradigma dalam Sosiologi, yaitu antara teori fungsional, teori
interpretatif dan struktural radikal, dan struktural humanis. Masing-masing
pandangan mempengaruhi cara analisis dan penilaian terhadap realitas distribusi
di dalam masyarakat.
B. Sifat Alam Masyarakat
Pada tradisi konservatif
masyarakat manusia sering di anali=ogikan dengan organisme biologi :
- Mereka adalah sistem yang tersusun atas baqgian-bagian yang terspesialisasi dan interdependen (saling tergantung).
- Secara keseluruhan hidup lebih lama dan terdapat pergantian bagian-bagian secara kontinu.
- Keseluruhan memiliki kebutuhan yang harus berkesesuaian agar dapat bertahan.
Teori Fungsional memandang
masyarakat secara sitemik yang memposisikan karakter sistemik pada masyarakat.
Sedangkan teori konflik anti sistemik yang menekankan bahwa konflik dan perjuangan
secara konstan akan mengancam struktur masyarakat.
C. Hubungan antara
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
1.
Kepentingan individu.
a.
Mempertahankan kesehatan
dan status atau prestise.
b.
Keinginan untuk
keselamatan di akhirat dan pengaruhnya.
2.
Kepentingan Masyarakat
a.
Memilhara status quo
politis dalam kelompok.
b.
Memaksimalkan produksi dan
sumber daya
3.
Perspektif teoritis relasi masyarakat dan individu
Secara teoritis pertentangan pandangan yang membedakan antara
peran struktur masyarakat atas individu dan peran individu atas masyarakat
menurut Burrel dapat dikelompokan menjadi empat paradigma :
a.
Pandangan tentang sifat
ilmu sosial.
1)
Pendekatan obyektif
2)
Pendekatan subyektif
b.
Pandangan tentang sifat masyarakat
1.
Pandangan (perubahan )
radikalis.
2.
Pandangan keteraturan
(order/ regulation)
c.
Paradigmatis
1)
Radikal humanis
2)
Radikal strukturalis
3)
Interpretatif
4)
Fungsionalis
MODUL 2
KLASIFIKASI BARANG
Kegiatan belajar : 1 Sifat Dan Klasifikasi
Barang
A.
Sifat Barang
Barang merupakan
benda yang bisa dipegang dan di rasakan. Namun ada benda
yang tidak bisa di dilihat yaitu jasa
atau service.
Sifat dasar barang menurut
E.S. Savas dalam “Privatization” :
a.
Exclution (eksklusif)
Pengguna potensial atau
harus memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan oleh penyedia. Permintaan bisa
saja diabaikan jika tidak bisa memenuhi syarat tersebut. Hubungan antara
manusia terhadap barang bukan hubungan langsung tetapi bersyarat.
b.
Consumption (konsumsi)
Satu barang hanya dapat
dikonsumsi dengan kualitas dan kuantitas oleh satu konsumen. Apabila lebih dari
satu konsumen maka kualitas atau kuantitas yang didapatkan akan berbeda. Sedangkan Joint consumption adalah
barang yang dikonsumsi bersama tanpa mengurangi kualitas dan kuantitasnya.
1.
Klasifikasi barang .
a.
Barang Publik (umum) yaitu non ekslusif dan konsumsi bersama
b.
Barang Privat (pribadi) yaitu ekslusif dan konsumsi individual
Perbedaan kedua klasifikasi barang
ini bersifat dikotomis atau mutlak.
E.S Savas dalam Privatization: The key to better
government (1987) mengembangkan
cara pengkatogarian empat kategori barang yang lebih kompleks dengan dasar
pengklasifikasian:
a.
Sifat dasar barang tidak
dikotomis (mutlak) melainkan kontinum, bergerak dari mulai titik nol (terendah)
ke titik tertinggi.
b.
Sifat dasar barang dapat
dipertemukan secara garis horisontal dan vertikal.
Klasifikasi barang 4
kuadran meliputi :
1.
Privat
Goods (Kuadran II)
a.
Partisipasi pihak lain
untuk konsumsi sangat terbatas/ bahkan tidak mungkin
b.
Kualitas dan kuantitas
adalah satu kesatuan tidak dapat dibagi-bagi
c.
Tingkat eksklusifitas
tinggi
d.
Tingkat individual tinggi
Contoh: mobil pribadi, pakaian pribadi, rumah pribadi
2.
Collective
Goods (Kuadran IV)
a.
Penyediaan dan
pengorganisiran barang sebagian besar menjadi urusan dan kepentingan secara
kolektif
b.
Partisipasi pihak lain
untuk konsumsi sangat tinggi
c.
Kualitas dan
kuantitas yang dikonsumsi pihak satu
dengan lainnya adalah sama
d.
Tingkat eksklusivitas
rendah
Contoh: saluran TV, penerangan jalan,
keamanan nasional
3.
Tool
Goods (Kuadran III)
a.
Dari segi konsumsi dapat
dipisah-pisahkan penggunaannya, akan tetapi dari kualitas dan kuantitasnya
tidak dapat dipisahkan.
b.
Partisipasi pihak lain
sangat tinggi tetapi dengan prasyarat
c.
Kualitas dan
kuantitas yang dikonsumsi pihak satu
dengan lainnya adalah sama
Contoh: TV kabel, jalan
tol, telepon umum
4.
Common
Pool Goods (Kuadran I)
a.
Barang yang sukar
disediakan oleh pasar. Barang ini tersedia bebas dan jumlah yang besar namun
sangat mungkin habis karena tidak ada penyedia.
b.
Masyarakat berkepentingan
untuk mengatur kualitas dan kuantitas (konsumsi) secara kolektif.
c.
Partisipasi pihak lain untuk konsumsi sangat tinggi
d.
Kualitas dan
kuantitas yang dikonsumsi pihak satu
dengan lainnya tidak sama
Contoh: ikan di laut, air, bahan bakar
a.
Perbedaan
Klasifikasi/ Ciri
|
Partisipasi
Pihak Lain
|
Kualitas & Kuantitas Pihak Lain
|
Private Goods
|
Terbatas
|
Tidak dapat dibagi
|
Collective Goods
|
Tinggi
|
Sama
|
Tool Goods
|
Tinggi dengan
syarat
|
Sama dengan syarat
|
Common Pool Goods
|
Tinggi
|
Tidak sama
|
2.
Jasa sebagai barang
1)
Goods dalam artian ini dapat berupa barang (things) atau jasa (services).
2)
Proses produksi,
distribusi dan konsumsi dalam pelayanan berlangsung secara bersamaan.
3)
Pelayanan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan para pelanggan, sasarannya adalah
kepuasan.
Pelayanan prima merupakan
bentuk pelayanan yang dapat mengintegrasikan seluruh unit secara
terpadu. Pelayanan prima mencakup tata cara, perilaku dan penguasaan
pengetahuan tentang produk sampai menyediakan fasilitas layanan kepada
pelanggan. Pelayanan prima merupakan cerminan dari profesionalitas yang menjadi
senjata ampuh dalam bersaing meraih dan mempertahankan pasar.
Kegiatan Belajar : 2
Barang dan Masalah Distribusi
Menurut
Shanahan & Tuma distribusi berbeda dengan redistribusi :
B.
Distribusi: alokasi
sesuatu yang bernilai langka (scare value) baik dari input maupun output
dari pertukaran sosial (alamiah)
C.
Redistribusi: intervensi
untuk mengalokasikan kembali input dan output sehingga mendekati tujuan semula
(terencana)
Secara sosiologis terdapat tiga
faktor yang membentuk kompleksitas distribusi :
a. Faktor kategorisasi masyarakat terhadap barang (termasuk
rasio jumlah kebutuhan dan jumlah barang)
b. Faktor pertahanan struktur masyarakat (kepentingan
penghargaan status/ privilage)
c. Faktor politik (power) dan kepentingan ekonomi
1)
Kategorisasi Barang oleh masyarakat
Fokus kajian distribusi
dlm masyarakat:
1)
Level operasional (mekanisme)
2)
Level strategi (alasan
pemilihan meakanisme)
Fokus kajian pertama di jelaswkan oleh Lenski (1984)
sebagai berikut :
1)
What berkaitan dengan
jenis dan jumlaj barang.
2)
Who artinya siapa yang
mendapat kesempatan.
3)
Why mengapa who dan what
bisa terjadi.
2)
Keadilan distributif dan
peran negara
Keadilan distributif
dikemukakan oleh filsuf Amerika Rowls J (2001) :
Prinsip keadilan
distributif :
1) Setiap orang mempunyai hak yang sama terhadap kebebasan
dasar sebagaimana juga sama dengan kebebasan yang dimiliki orang lain
2) Kantor dan kedudukan harus dibuka untuk semua orang dalam
kondisi yang menjamin keadilan kesetaraan kesempatan.
3) Semua itu harus dapat memberi keuntungan yang terbesar
pada anggota masyarakat yang paling tidak diuntungkan (prinsip perbedaan).
Rawls berbicara tentang
keadilan dalam membagikan kedudukan, barang dan jasa dalam masyarakat. Prinsip
dasarnya adalah setiap orang dipandang mempunyai kedudukan yang sama untuk
memperoleh kesamaan kesempatan.
Menurut Eckhoff
kesejajaran ada beberapa bentuk :
a.
Kesejajaran obyektif
b.
Kesejajaran subyektif
c.
Kesejajaran relatif
d.
Kesetaraan tingkatan
e.
Kesetaraan kesempatan
Berkaitan dengan peran
negara maka Adam Smith menyebitkan ada tiga macam peran pemerintah :
1.
Memelihara keamanan
2.
Menyelenggarakan peradilan
3.
Menyediakan barang dan
jasa yang tidak disediakan oleh swasta.
Dalam perekonomian modern
peran pemerintah dibidang ekonomi :
1.
Peranan alokasi
2.
Peranan distribusi
3.
Peranan stabilisasi
MODUL 3
STRATIFIKASI
SOSIAL: SUATU EKSPRESI ANALISIS DISTRIBUSI SOSIAL
Kegiatan belajar : 1 Stratifikasi Sosial
Stratifikasi Sosial berasal
dari kata Stratum ( Latin ) yang berarti lapisan/strata.
Menurut Fredico & Schwarts,
stratifikasi sosial adalah : “sistem
tingkatan yg membagi kelompok - kelompok
ke dalam
distribusi sumber kekayaan dan kekuasaan
secara tidak merata“.
Stratifikasi sosial merupakan mekanisme yg menentukan
perbedaan akses dalam memanfaatkan sumber daya yg langka.
Ada 2 sistem stratifikasi
sosial :
1.
Stratifikasi sosial
Tertutup : stratifikasi berdasarkan status perolehan (ascribed status). Cont :
usia, kasta, suku,dll
2.
Stratifikasi sosial Terbuka : stratifikasi berdasar status
yg diraih (achieved status ) cont : pendidikan, kekayaan, dll.
A. Teori Stratifikasi Sosial Fungsional
Menurut Talcott Parsons :
stratifikasi timbul sebagai aspek penting dari evolusi akibat
meningkatnya kapasitas adaptif dlm kehidupan sosial.
M Tumin : stratifikasi
timbul karena pendistribusian kekuasaan dan kekayaan yg tidak merata.
Kingsley Davis dan Wilbert
Moore : posisi seseorang ditentukan :
1.
Posisi kepentingan
fungsional
2.
Kelangkaan personal untuk
mengisi posisi tersebut.
B. Teori Stratifikasi Sosial
Konflik.
Karl Marx : stratifikasi
timbul karena persaingan yg terjadi secara terus menerus antar
individu atau kelompok. Masyarakat
industri ada dua klas yaitu:
1.
klas borjuis dan
2.
klas proletar.
Max Weber : stratifikasi
sosial berdasarkan kekuasaan, privelege, prestise, dan power (kekuasaan).
C. Teori Stratifikasi Collins.
Randall Collins
menggabungkan prinsip-prinsip Marx, Durkheim dan Goffman yg relevan dengan
pandangan Weber.
Dalam kerangka Mikro,
Collin memilih Okupasi/pekerjaan sebagai variabel utama dalam stratifikasi sebab pekerjaan
merupakan hal pokok dalam kehidupan manusia.
D. Identitas Etnis dan
Stratifikasi Sosial
Ada 3 macam stratifikasi :
a.
Sistem Klas
b.
Sistem Kasta
c.
Sistem Garis warna ( color
line )
Stratifikasi dengan sistem
Garis Warna membagi ranking kategori manusia/ individu dari segi keturunan
(etnik). Sistem stratifikasi etnik membagi manusia dalam kategori
tertentu berdasarkan pengakuan akan nenek moyang yg ditempatkan secara hirarkhis.
E. Perubahan Stratifikasi
dalam Masyarakat Jawa.
1.
Masa Tradisional : posisi
seseorang ditentukan :
a. Kedekatan dengan raja (bangsawan)
b. Posisi seseorang dlm hirarkhi birokrasi
2. Masa Kolonial Belanda :
a.
Ras Eropa,
b.
Timur asing dan
c.
Pribumi
3. Masa pasca kolonial
Belanda : Koentjaraningrat
a. Ndara
b. Priyayi
c. Wong dagang/ saudagar
d. Wong cilik
Kegiatan Belajar : 2
Perubahan Stratifikasi Sosial
A. Mobilitas Sosial
1.
Miller : mobilitas merupakan gerakan yg signifikan
dlm posisi ekonomi, sosial dan
politik seseorang dlm masyarakat.
2.
Lipset dan Bendix :
gerakan dari posisi yg satu ke posisi lainya.
3.
M Tumin : mobilitas untuk
mengetahui seberapa jauh individu dari satu posisi ke posisi
lainya.
B. Dimensi Mobilitas Sosial
( Erikson, Goldthrope & Portocorero)
1.
Ranking Okupasi :
a. Klas Profesional
b. Klas Pekerja non manual
c. Klas Borjuis kecil
d. Klas Petani
e. Klas Pekerja Trampil
d. Klas Pekerja setengah trampil
2. Ranking Konsumsi :
Individu-individu yg gaya
hidupnya memiliki prestise yg sama digolongkan dlm klas konsumsi.
3. Ranking Kekuasaan :
Sekelompok manusia yang
memiliki kekuasaan yg sama dimasukan dlm kelas kekuasaan.
C. Dimensi Mobilitas Sosial
Tumin & Sorokin
1.
Dimensi arah gerak : vertikal dan horizontal
2.
Dimensi Waktu : intra generasi dan inter generasi
3.
Dimensi konteks/ lembaga : perubahan posisi krn saluran mobilitas
4.
Dimensi Mekanisme : jalur
mobilitas yg tersedia dlm masyarakat
5.
Dimensi Unit/ satuan :
seberapa jauh pergeseran dari lapisan ke lapisan lain
6.
Dimensi Subyektif-obyektif
MODUL 4
STRUKTUR SISTEM DISTRIBUSI
Kegiatan Belajar : 1 Sistem
Distribusi
A.
Hukum Distribusi
1.
Bahwa manusia akan mendistribusikan hasil
kerjanya (produknya) yang secara luas telah ditetapkan untuk kelangsungan hidup
produktivitas yang menurutnya tindakan tsb penting dan bermanfaat.
2.
Tingkat distribusi suatu barang ditentukan oleh
suatu hukum distribusi yang ada dalam masyarakat yang dibangun oleh 3 variabel
sosiologis utama, yaitu :
a.
variabel kekuasaan (power),
Menurut
WEBER, kekuasaan adalah kemungkinan (probability) dari orang-orang atau
sekelompok orang untuk mewujudkan kehendaknya dalam suatu tindakan komunal,
dimana kehendak itu bertentangan dengan partisipan lain. ->Dengan konsep
kekuasaan ini, maka kekuasaan yang ada
pada seseorang / sekelompok orang akan dapat menentukan proses distribusi
surplus produksi barang.
Semakin
tinggi kekuasaan yang dimiliki, maka semakin besar pula kemungkinan
seseorang/kelompok orang dalam menentukan distribusi dari hasil produksi tsb
b.
variabel keistimewaan (privilege)
Menurut
LESNKI, ada hubungan yang erat antara kekuasaan dan hak istimewa. Hak istimewa
merupakan fungsi dari kekuasaan, maksudnya dengan adanya kekuasaan yang
dimiliki seseorang / sekelompok orang, maka secara otomatis orang / sekelompok
orang tsb akan mendapatkan hak istimewa, dibandingkan dengan orang2 yang tidak mempunyai
kekuasaan.
Dalam
proses distribusi, hak istimewa ini berbentuk hak untuk memiliki dan
mengontrol barang2 dari produksi tsb
c.
variabel kehormatan (prestige).
Variabel prestige berpengaruh pada distribusi,
terutama dalam memperkuat dasar legitimasi dari proses distribusi yang sedang
berlangsung. Prestige pun berguna untuk menjaga kesinambungan/kemapanan dari
proses distribusi.
Semakin tinggi prestige yang dimiliki oleh
sekelompok/seseorang maka semakin mudah bagi mereka itu untuk memelihara serta
memapankan proses distribusi yang menguntungkan mereka.
B.
Proses Distribusi
Manusia mendistribusikan produk yang memang
telah ditetapkan sebelumnya oleh masyarakat. Barang2 yang didistribusikan
adalah hanya barang2 yang oleh masyarakat telah ditetapkan / diijinkan untuk
didistribusikan.
Manusia akan mendistribusikan hasil kerja
sepanjang produk tsb mempunyai arti penting atau bermanfaat dalam suatu
masyarakat.
Distribusi akan tergantung dari derajad
kebutuhan/kebermanfaatan serta kepentingan barang tsb dalam masyarakat. Barang2
dengan tingkat kebermanfaatan/kebutuhan yang tinggi cenderung untuk
didistribusikan ke seluruh masyarakat.
Harus diingat bahwa kebutuhan/kebermafaatan
serta kepentingan suatu barang tidak selalu sama diantara masyarakat satu
dengan masyarakat lainnya /diantara satu wilayah dengan wilayah lain.
C. Hubungan ke tiga Variabel (power- privilege-
prestige)
Menurut LESNKI, ke tiga variabel ini mempunyai
hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain, namun variable kekuasaanlah
yang merupakan variable kunci.
Variabel hak istimewa (privilege) maupun
variable prestige (kehormatan) ditentukan oleh variable kekuasaan (power).
Kekuasaan yang dimiliki oleh
seseorang/sekelompok orang secara otomatis akan melahirkan bentuk2 hak istimewa
dan prestige tertentu dalam masyarakat.
D. Struktur Sistem Distribusi
Bagian yang terkait dalam struktur sistem
distribusi adalah : individu, kelas,
dan sistem kelas.
Masing-masing bagian itu akan menggambarkan
tingkatan yang berbeda dari sebuah organisasi dalam sistem distribusi.
Konsep penting dari bagian struktur sistem
distribusi, adalah kelas.
E. Bagian-bagian yang terkait dalam Struktur
Sistem Distribusi :
(1) Individu, merupakan tingkatan yang
paling dasar, sebagai satuan2 yang terdapat dalam kelas. Satuan dari tatanan
individu ini adalah status yang dimiliki oleh seeorang.
(2) Kelas, adalah bagian yang berada di
dalam sistem kelas. Dalam masyarakat terdapat beberapa sistem kelas yang
menjadi bagian2 dari sistem distribusi.
(3) Sistem Kelas, merupakan suatu
hirarkhi atau jenjang kelas yang diranking dari beberapa kriteria tunggal.
Setiap anggota masyarakat secara simultan, dapat menjadi anggota beberapa kelas
dalam sistem kelas pekerjaan, kekayaan, ras, etnik, pendidikan, usia, dan jenis
kelamin.
Variasi
Sistem Kelas
ia dapat berbeda karena (1) kepentingannya atau kuatnya pengaruh,(2)
kompleksitasnya, (3) faktor bentuk , biasanya sistem kelas bisa membentuk suatu
struktur piramida dengan mayoritas utama dikonsentrasikan pada individu
tingkatan ke bawah, (4) rentangnya /variasi dalam sistem kelas, (5) variasi
karena tingkat mobilitas , contohnya
dalam pembedaan jenis kelamin dan sistem kelas ras, (6) sistem kelas berbeda
dari segi tingkat permusuhan yang
terjadi dalam kelas2, contohnya tentang permusuhan antar kelas kapitalis dengan
kelas proletariat, dan (7) karena dimensi tingkat institusionalisasi .
F.
Konsep
Kelas menurut MARX, WEBER, dan LESNKI
1.
Menurut MARX
Kelas muncul ketika dalam masyarakat terdapat
surplus barang, dan orang/kelompok yang dapat menguasai alat produksi membentuk
kelas yang berkuasa (secara ekonomi maupun secara politik).
2 Menurut WEBER
Kelas terbentuk jika sekelompok orang berada
dalam kondisi kelas yang sama. Kelas diartikan sebagai himpunan manusia yang
berada dalam situasi kelas tertentu.
3 Menurut LESNKI
Kelas merupakan suatu pengelompokan orang2
dalam suatu masyarakat yang berada dalam posisi sama yang berkaitan dengam
bentuk-bentuk kekuasaan, hak istimewa, dan kehormatan.
4.2 Dinamika
Perkembangan Sistem Distribusi
Peran dari sistem distribusi di Indonesia
adalah penciptaan harga yang stabil melalui usaha pemenuhan akan kebutuhan
secara cukup diseluruh wilayah Nusantara. Namun demikian merupakan suatu
kenyataan untuk kasus di Indonesia bahwa sistem distribusi merupakan bagian
yang masih sangat lemah dalam mata rantai perekonomian nasional. Dengan kata
lain efesiensi di bidang sistem distribusi masih rendah.
Untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha yang
mengarah kepada peningkatan efesiensi sehingga sistem distribusi yang ada mampu
melakukan pembagian yang adil atas marjin kepada semua pelaku-pelaku ekonomi
yang secara integral tidak dapat dipisahkan. Pembagian yang dirasakan belum
adil ini, oleh produsen khususnya yang berskala usaha kecil dan tidak mampu
melakukan usaha pendistribusian sendiri ternyata memberikan situasi yang tidak
merangsang untuk melakukan kegiatan produksi.
Perlu disadari bahwa adanya celah-celah
dalam perjalanan suatu komoditi dari produsen ke produsen yang lain
atau dari produsen ke konsumen melahirkan secara alamiah kegiatan distribusi
sebagai bagian dari aktivitas perekonomian. Namun kelemahan atas posisi tawar
menawar produsen kecil dalam hal akses pasar (karena skala usaha dan
keterbatasan modal) inilah menempatkan mereka dalam hal kegiatan pemasokan atas
komoditi yang dihasilkan tidak lebih hanya sebagai alat produksi bagi
pihak-pihak tertentu yang menguasai sistem distribusi.
Penguasaan sistem distribusi oleh pihak
tertentu ini, yang mana pada kenyataannya lebih mementingkan kepentingan mikro
perlu diimbangi oleh sistem distribusi yang berlandaskan pada ekonomi
kerakyatan dan mementingkan keberpihakan serta pemberdayaan kepada produsen
kecil dan konsumen kecil tersebut. Kesalahan-kesalahan dalam
operasionalisasi strategi pemenuhan atas komoditi harus segera diluruskan
melalui suatu mekanisme yang baku dan menyeluruh, tidak didasarkan atas
kebijaksanan sesaat serta harus transparan penangananya.
Oleh karena itu perlu kiranya komitmen
pemerintah untuk mengefektif dan mengefesienkan lembaga distribusi yang sudah
dimiliki (misalnya : KUD dan Bulog) dalam menggalang kekuatan produsen kecil
agar supaya mereka yang selama ini dapat menopang perekonomian nasional tidak
semakin terpinggir dan terpuruk kearah yang lebih mengenaskan.
G. Dinamika Perkembangan Sistem Distribusi
Secara teoritis kita semua mengakui bahwa
sistem ekonomi pasar dalam bentuk persaingan sempurna merupakan jawaban atas
efesiensi distribusi komoditi. Dan tentunya kita sadar atas implikasi
terhadap keyakinan tersebut yaitu adanya keinginan untuk menciptakan keunggulan
komperatif dan kompetitif dengan harga yang bersaing. Tetapi tegakah kita jika
sistem ekonomi pasar yang menjajikan harga yang bersaing itu akan menjadikan
konsumen sebagai objek pencapaian keuntungan sebesar-besarnya?. Hal ini perlu
kita sadari, mengingat pelaku pasar di Indonesia dapat dibedakan dengan mudah
antara pelaku pasar skala besar yang cenderung menjadi penentu harga
("price leader") dan pelaku pasar skala kecil yang biasanya hanya
menjadi pelengkap penyerta dalam penentuan harga.
Bertitik tolak dari apa yang tersebut diatas,
maka tidak terlampau sulit menduga bahwa penerapan sistem perekonomian secara
murni tanpa disertai oleh pembenahan perangkat institusional seperti peraturan
dan kelembagaan, posisi konsumen akan menjadi "worse off". Khusus untuk
komoditas yang menyangkut kebutuhan hajat orang banyak, pemerintah seharusnya
melakukan pengendalian sehingga konsumen tidak menjadi objek pencari
keuntungan. Disamping itu harus ada pencegahan terhadap "free
riders".
H. Siapakah seharusnya yang menangani Kelembagaan
Sistem Distribusi?
Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang
kelembagaan sistem distribusi maka perlu tentunya diketahui secara persis
apakah komoditi termaksud memang memerlukan suatu kelembagaan sistem
distribusi. Apabila ya, maka perlu dipertanyakan apakah kelembagaan ini
diprakarsai oleh pemerintah atau cukup swasta/koperasi.
Beberapa produsen komoditas jenis tertentu,
membangun sendiri sistem distribusi barangnya. Sistem distribusi yang dibangun
tentu kaitannya terhadap usaha-usaha yang dilakukan produsen untuk memperlancar
penyampaian produknya ke konsumen. Pemerintah dalam hal ini perlu membuat
rambu-rambu peraturan guna menghindari kecenderungan konglomerasi melalui
usaha-usaha monopoli sistem distribusi (misal : tepung terigu dan semen) yang
pada prakteknya akan merugikan masyarakat. Sistem distribusi ini tidak perlu
menyentuh langsung pada konsumen (tingkat ritel), dengan harapan usaha-usaha
yang memberdayakan masyarakat kecil dapat tumbuh kembang tanpa
menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang dibebankan oleh konsumen.
Apa yang diuraikan diatas tentunya akan berbeda
apabila komoditi yang termaksud adalah bersifat unik, pokok menyangkut
kebutuhan rakyat banyak, produsen maupun konsumennya menyangkut
masyarakat berekonomi lemah. Produsen berskala kecil harus
diberdayakan melalui peningkatan kemampuan berproduksi dan peningkatan daya
beli. Misalnya yang menyangkut komoditi beras dan komoditi hasil
pertanian lainnya. Perlunya campur tangan pemerintah melalui pembentukan sistem
distribusi dalam hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada
produsen dalam hal ini petani (melalui harga dasar) dan perlindungan terhadap
konsumen (melalui batas harga eceran tertinggi).
Bentuk perlindungan melalui kebijaksanaan harga
ini tentunya harus merangsang produsen untuk berproduksi secara maksimal, dan
justru bukan sebaliknya. Satu hal yang cukup menarik disimak tentang
kebijaksanaan pemerintah terhadap penentuan harga dasar komoditi gabah yang
dihasilkan oleh pemerintah beberapa waktu yang lalu, sebegitu rendah
sehingga petani sebagai produsen tidak tertarik untuk menanam padi untuk
memenuhi stok nasional. Peningkataan harga dasar gabah yang baru dilakukan oleh
pemerintah yang telah dilakukan belum lama ini tidak lain adalah untuk
memberdayakan petani sebagai produsen. Dengan demikian pemenuhan akan kebutuhan
persediaan tidak didasarkan atas kaidah-kaidah penekanan yang mengabaikan
prinsip ekonomi.
Apabila kita memperhatikan terhadap usaha-usaha
yang dilakukan selama ini dalam rangka meng-efesienkan perangkat kelembagaan
sistem distribusi yang dimiliki pemerintah. Perlu kita ingatkan bahwa
usaha-usaha yang beritikad baik ini tentunya harus didukung oleh koordinasi
pendataan yang akurat. Contoh kasus yang cukup menarik kita catat
beberapa waktu yang lalu misalnya data prediksi yang dimiliki oleh departemen
teknis tertentu (Departemen Pertanian) tentang produksi suatu komoditas pada
suatu tahun tertentu tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh lembaga
distribusi dan penyediaan barang tersebut (Bulog) dan lain pula data dari
Menpangan. Akibatnya saling menyalahkan. Dan rakyat dijadikan bingung
olehnya.
I.
Kelembagaan Sistem Distribusi yang berbentuk
koperasi selama ini belum efektif memberdayakan produsen dan konsumen kecil
Perlu tidaknya suatu kelembagaan sistem
distribusi di fasilitasi oleh pemerintah bergantung sebenarnya kepada kedudukan
komoditi termaksud dalam arti kata strategis dikonsumsi masyarakat luas. Dalam
hal ini pemerintah memberi peluang bagi lembaga-lembaga swasta menangani sistem
distribusi sejauh tidak meninggalkan semangat pemberdayaan masyarakat kecil
yang terlibat. Sejak pemerintah Orde Lama pun usaha-usaha kearah tersebut
diatas telah dilakukan yakni dengan dibentuknya unit-unit koperasi. Namun
demikian efektivitas kegiatan koperasi yang diyakini dapat memberdayakan
masyarakat kecil belum banyak dirasakan.
Satu hal yang cukup menarik tentang keberadaan
koperasi-koperasi seperti misalnya, KUD yang telah ada sampai saat ini belum
betul-betul efektif dalam menjalankan fungsi dan peranannya. KUD fungsinya
diarahkan pula sebagai sarana kelembagaan sistem distribusi sampai ketingkat
desa yang berasaskan koperasi. Namun pada kenyataannya masih jauh dari harapan
dan justru beberapa waktu yang lalu sistem yang sudah ini, hendak dimanfaatkan
oleh produsen skala besar yang memproduksi barang konsumsi untuk
mendistribusikan hasil produksinya agar sampai langsung ke konsumen, namun
demikian selama ini konsumen di desa-desa pada kenyataannya juga merupakan
produsen komoditi pertanian dalam skala kecil tetapi jumlah mereka jumlahnya
cukup banyak dan merasa enggan memanfaatkan sarana KUD yang ada untuk menjual
hasil produksinya, karena dirasakan justru merugikan.
Dari apa yang diuraikan diatas berfungsi atau
tidak atas sistem distribusi yang dibangun, permasalahannya tentu
dikembalikan kepada mentalitet pelaksananya. Sebaik apapun sistem yang dibuat,
perlu dilakukan koreksi setiap saat agar supaya penyimpangan-penyimpangan
terhadap azas pemberdayaan masyarakat dapat segera dilakukan.
2.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat
disimpulkan tentang beberapa hal sebagai berikut :
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa
sistem distribusi barang dalam perspektif pembangunan ekonomi kerakyatan, yaitu
kepedulian terhadap masyarakat berpenghasilan rendah, perlindungan konsumen
serta perimbangan marjin keuntungan yang didistribusikan kepada pelaku-pelaku
ekonomi.
Dengan mendorong produsen untuk meningkatkan
skala usaha yang dimilikinya akan mendorong mereka untuk dapat lebih mudah
akses kepasar.
Sistem ekonomi pasar dalam bentuk persaingan
sempurna merupakan jawaban atas efesiensi distribusi komoditi. Hal ini
akan merangsang produsen untuk menciptakan keunggulan komperatif dan kompetitif
dengan harga yang bersaing.
Pelaku pasar di Indonesia dapat dibedakan
dengan mudah antara pelaku pasar skala besar yang cenderung menjadi penentu
harga ("price leader") dan pelaku pasar skala kecil yang biasanya
hanya menjadi pelengkap penyerta dalam penentuan harga.
Penerapan sistem perekonomian secara murni
perlu disertai oleh pembenahan perangkat institusional seperti peraturan dan
kelembagaan, untuk menempakan posisi konsumen pada posisi tawar menawar yang
sejajar dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain.
MODUL 5
SISTEM DISTRIBUSI MERAMU DAN BERBURU SERTA SISTEM DISTRIBUSI
MASYARAKAT HORTIKULTURA
Kegiatan Belajar : 1 Tatanan Masyarakat Meramu
dan Berburu
Perkembangan
masyarakat didasarkan pada perspektif evolusioner mengenai sejarah perkembangan
masyarakat manusia. Bentuk pertama masyarakat adalah masyarakat meramu dan
berburu. Salah satu ciri yang terpenting yang dipunyai masyarakat meramu dan
berburu, yang berhubungan dengan pola distribusi sosial adalah terdapatnya
mekanisme distribusi yang dikenal dengan
konsep resiprositas (resiprocity). Resiprositas adalah
kewajiban membayar kembali kepada orang lain atas apa yang mereka berikan atau
lakukan untuk kita atau tindakan nyata membayar kembali kepada orang lain.
Terdapat dua jenis resiprositas, yaitu balance
resiprocity dan generalized
resiprocity. Pada masyarakat meramu dan berburu, sistem distribusi yang
mereka kembangkan umumnya cenderung ke pola generalized
resiprocity. Generalized resiprocity terjadi manakala para individu
diwajibkan memberikan kepada orang lain tanpa mengharapkan pengembalian yang
setara dan langsung.
Pola
generalized resiprocity ini ternyata
diatur oleh tradisi yang berkembang dalam masyarakat meramu dan berburu.
Bagaimanakah tradisi ini dapat merangsang anggota kelompok untuk melakukan hal
tersebut? Ternyata mekanisme
distribusi pada masyarakat meramu dan berburu berhubungan dengan bentuk-bentuk
pemberian tanda-tanda jasa atau penghargaan dan penghormatan-penghormatan pada
suatu bentuk tindakan-tindakan kedermawanan atau pengucilan serta penghinaan
bagi mereka yang mementingkan diri sendiri dan sombong. Bagi para anggota
masyarakatyang mampu memberikan kelebihan bahan makanannya maka ia akan
diberikan berbagai gelar kehormatan atau tanda-tanda jasa, namun sebaliknya
bagi mereka yang tidak mau memberikan kelebihannya kepada yang lain maka ia
akan dikucilkan oleh anggota masyarakatnya.
Menurut
Harris, sistem distribusi yang dikembangkan oleh masyarakat hortikultura
sederhana lebih condong ke arah sistem distribusi yang ia namakan sistem redistribusi sederhana.
Redistribusi berbeda dengan resiprositas yang merupakan dasar sistem distribusi
pada masyarakat meramu dan berburu. Perbedaan ini terletak pada tata caranya.
Biasanya pada sistem redistribusi murni,
barang-barang yang diproduksi umumnya tidak langsung tersebarkan kembali kepada
masyarakat melalui mekanisme tradisi mereka, akan tetapi barang-barang tersebut
disalurkan terlebih dahulu kepada pemimpin mereka, yang disebut ²orang besar² (the big man). ²Orang
besar² inilah yang kemudian
bertanggung jawab merelokasikan kembali kepada anggota masyarakat.
A.
Pola Distribusi Masyarakat Hortikultura Intensif
Pada
masyarakat hortikultura intensif, perkembangan tingkat spesialisasi peran atau
fungsi institusi/organisasi sosial yang semakin meningkat ini terlihat dengan
semakin banyak atau kompleksnya organisasi-organisasi sosial dan
perkumpulan-perkumpulan yang ada. Bila dalam masyarakat berburu dan meramu,
seluruhaktivitas kehidupan masyarakat diorganisasikan oleh institusi/organisasi
sosial rumah tangga dan kemudian dalam masyarakat hortikultura sederhana, peran
dari organisasi sosial rumah tangga tersebut mulai memudar, ditandai dengan
timbulnya spesialisasi organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan yang
bergerak pada aktivitas politik dan keagamaan maka dalam masyarakat
hortikultura intensif spesialisasi organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok
yang timbul tidak lagi terbatas pada organisasi sosial atau
perkumpulan-perkumpulan seperti terdapat pada masyarakat hortikultura
sederhana.
Sistem
stratifikasi sosial pada masyarakat hortikultura intensif umumnya terdiri dari
3 strata sosial utama, yaitu strata teratas adalah pemimpin, misalnya
kaisar/raja dan para kerabat da keluarga kerajaan, strata di tengah adalah
subpemimpin, misalnya para birokrat kerajaan, pejabat angkatan bersenjata, dan
anggota masyarakat lain yang ada di dalam lingkungan istana kerajaan, dan
strata paling bawah adalah massa atau masyarakat biasa. Menurut Lesnki,
kelompok yang menduduki strata atas merupakan kelas domain yang terdiri
dariminoritas yang berkuasa dan mempunyai hak-hak istimewa yang hidup dalam
kemewahan.
Strata
sosial menengah terdiri atas para ahli atau pejabat-pejabat yang bekerja untuk
kelompok strata atas dan biasanya memegang jabatan yang kurang penting dalam
politik.
Pada
masyarakat hortikultura intensif, sistem distribusi yang dikembangkan lebih
codong didasarkan pada pola distribusi yang disebut sebagai redistribusi
parsial atau redistribusi berstratifikasi. Pada pola redistribusi parsial,
barang umumnya disalurkan kepada suatu kelompok sosial yang terpusat, lalu
barang tersebut direlokasikan kembali kepada para anggota masyarakatnya. Namun
pada pola redistribusi parsial, kelompok sosial yang menjadi pusat dalam
distribusi barang tersebut, mengambil sebagian besar barang tersebut untuk
kepentingan subsistensi mereka sendiri dan untuk menjalankan pemerintahan administrasi
(kerajaan/ kekaisaran
yang mereka dirikan).
Karena
itu, padapola redistribusi parsial, proses distribusi yang ada sangat
dipengaruhi oleh pola pemilikan dan kekuasaan pemimpin yang termanifestasikan
dalam bentuk pemerintahan kerajaan atau kekaisaran.
MODUL 6
SISTEM DISTRIBUSI MASYARAKAT PERTANIAN
SISTEM DISTRIBUSI MASYARAKAT PERTANIAN
Kegiatan Belajar : 1 Masyarakat
dan Sistem Distribusi Pertanian
- Masyarakat pertanian pertama kali muncul 5000-6000 tahun yang lalu di Mesir dam Mesopotania
Menyandarkan sebagian hidupnya kepada pertanian. Kebanyakan anggota masyarakat agraris adalah para petani
(peasants). Produsen utama, orang yang
menanam ladang dari hari ke hari dan disebut penanam tergantung (dependent
cultivator)
Mereka berada dalam
hubungan ketergantungan politik dan ekonomi atau subordinant kepada para
pemilik tanah. Budak juga merupakan
bagian dari masyarakat agraris. Mereka secara hukum dimiliki dan dapat
diperjuabelikan. Di beberapa wilayah jumlah
budak lebih beasr dari petani
Tipe Masyarakat Pertanian (3500
tahun yang lalu)
1.
Masyarakat Pastoralis
a.
Menggantungkan
kehidupannya kepada sekumpulan binatang gembalaan
b.
Berpindah secara musiman (nomadisme
pastoralis)
c.
Binatang peliharaan:
biri2, kambing, onta, sapi dan kadang rusa kutub
d.
Masyarakat pastoralis
“sejati’ tidak bertani
e.
Produk makanan berasal
dari hubungan dagang
f.
Terdapat di wilayah kering
di Asia dan Afrika
2.
Masyarakat Bassseri
a. Masyarakat Pastoralis yang tinggal di padang rumput
kering dan pegunungan Iran Selatan
b.
Tinggal di kemah dan
berpindah bersama ternak
c.
Binatang ternak: biri2 dan
kambing
d.
Produksi pertanian sangat
sederhana karena pada umumnya tidak suka bertani. Pertanian tidak dihargai
e.
Keperluan hidup lainnya
diperoleh melalui perdagangan
Evolusi Teknologi Praindustrial
Semua jenis teknologi
sebagai hasil kumulatif kekuatan intensif manusia. Perubahan atau peningkatan teknologi (metode produksi)
dikarenakan semakin bertambahnya jumlah orang yang akan diberi makan. Pada titik tersebut, manusia mulai mengintensifkan
produksi à Menggunakan bentuk
teknologi baru.
Asal-usul pertanian dimana
masyarakat pemburu-perau barangkali sejak lama sudah mengerti bagaimana
mendomestikasikan tanaman dan hewan tetapi mereka baru menggunakannya setelah
waktu berjalan sekitar enam ribu tahun setelah itu. Mereka tidak melihat adanya keuntungan melakukan
pertanian.
a.
Pola Pemilikan
Produksi ekonomi
ditentukan oleh keinginan dan pilihan para pemilik kekuatan-kekuatan produksi. Secara tipikal, pola pemilikannya adalah seigneuril (tuan
tanah). Tuan tanah mengklaim
pemilikan pribadi atas tanah dimana para petani dan budak yang harus membayar
pajak dan berbagai pengabdian tenaga kepada tuan tanahnya.
Para petani bebas memiliki
tanah sendiri yang menjadi “hak miliki” mereka namun tidak bisa secara penuh
menguasai tanah mereka sendiri karena
kelas tuan tanah memiliki hak administratif untuk memungut pajak terhadap
mereka dan menguasai mereka
b.
Pola Distribusi
Ekspropriasi Surplus: kelas tuan tanah memaksa kelas produsen yang tergantung
secara ekonomi untuk menghasilkan surplus dari ladang mereka dan menyerahkan
surplus tersebut kepada tuan tanah
Para petani membayar rente
khusus kepada tuan tanah, dibayar dengan hasil panen atau dengan uang kontan. Dalam proses distribusi ini, “kelas pelayan” menduduki
posisi penting. Meraka sebagai perantara
antara pemegang kekuasaan dengan masyarakat. Namun dibanding budak dan petani, para “pelayan” tersebut
justru yang paling tereksploitasi dan bersusah payah memenuhi keinginan dan
kebutuhan penguasa.
Eksploitasi terjadi
manakala satu pihak terpaksa memberikan kepada pihak lain lebih dari yang
mereka terima sebagai imbalan. Aspek eksploitasi: dua
pihak yang berhubungan menerima keuntungan tidak merata dan keuntungan yang
tidak merata terjadi karena salah satu pihak terpaksa melakukan sesuatu.
6.2 Sejarah Distribusi Tanah
Pertanian dan Perubahan Masyarakat Desa
Hukum tanah di kedua bekas
daerah Kesultanan di Jawa Tengah menentukan bahwa hak milik atas seluruh luas
tanah adalah mutlak milik penguasa.
Raja dianggap sebagai
perantara Tuhan dan rakyat sebagai pemilik tunggal seluruh tanah di wilayah
kekuasaan mereka. Dasar (magis-religius)
pemisah tegas antara penguasa dan rakyat
Selama tanah milik
pertanian tidak diguunakan untuk keperluan raja, tanah tsb diijan untuk digaduh
(apanage) oleh anggota kerajaan, pegawai kerajan berdarah ningrat agar
mereka mengurus pajaknya. Penduduk hanya mengerjakan
tanah yang ditunjukkan pada mereka, tidak memiliiki tanah sama sekali.
Pada masa kolonial
Belanda, seluruh tanah gaduhan tersebut diambila alih pihak Belanda atau
perseroan. Status sosial sebagian
besar masyarakat di daerah kerajaan di Jawa bisa disamakan dengan “buruh tani”.
Perombakan pernah
dilakukan Pemerintah Belanda dengan Komplex-Reformen antara tahun 1912
dan 1918 yaitu beberapa tindakan administratif dan sosial-ekonomi meyangkut
kepemikikan dan penguasaan tanah namun perampasan hak milik dan tindakan yg
menguntunkan raja dan belanda masih tetap ada.
Kelompok Sosial Pedesaan
Ciri khas struktur
pemilikan tanah pertanian di banyak negara Asia Selatan dan Asia Tenggara ada
hubungannya dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat pedesaan. Hak-hak penggunaan tanah yang berbeda masyarakat agraris
di Jawa Tengah menentukan keadaan ekonomi seseorang.
Enam macam kelompok masyarkat
tradisional: Petani kenceng, petani gundul, petani, setengah kenceng, petani
ngindung, petani templek dan petani tlosor.
a.
Cara Mewariskan Tanah
Akibat dari telah
mengakarnya pola pemilikan tanah, secara formal tidak diijinkan tanah milik
untuk pertanian dibagi bahkan setelah terjadi perubahan hak milik tanah menjadi
perseorangan.
Adat kebiasaan pembagian
warisan tersebut berasal dari norma agama. Selain itu juga hasil dari ikatan sosial yang kuat anatar
masing-masing anggota keluarga.
a.
Perubahan Struktur Petani
dan Distribusi
Perubahan terjadi pada
sistem kelembagaan, struktur tenaga kerja, distribusi pendapatan dan penguasaan
tanah. Disebabkan oleh 2 hal
yaitu teknologi dan struktur modal.
Perubahan teknologi secara
keseluruhan dapat meningkatkan produksi namun pengaruhnya terhadap kesempatan kerja,
distribusi pendapatan masih menjadi dipertanyakan.
Perubahan struktur modal
ditandai dengan masuknya sistem perkreditan dari lembaga keuangan di luar desa.
MODUL 7
POLA DISTRIBUSI MASYARAKAT INDUSTRI
POLA DISTRIBUSI MASYARAKAT INDUSTRI
DAN POST-INDUSTRI
Kegiatan Belajar : 1 Pola
Distribusi Masyarakat Industri
Perkembangan teknologi
yang semakin pesat mendorong pertumbuhan penduduk memilih bekerja di pabrik
dibandingkan menjadi petani.
Menurut pandangan secara
sosiologis, industri adalah suatu cara atau metode produksi yang di dalamnya
adalah perpaduan dari dua unsur yaitu pabrifikasi (sistem pabrik) dan mekanisme
sumber daya (energi) bukan manusia.
Para sosiolog percaya
bahwa proses industrialisasi bukan hanya sekedar penerapan sistem-sistem tersebut dalam konteks ekonomi.
Industrialisasi secara
langsung ataupun tidak memberi warna pada kebudayaan masyarakat secara
keseluruhan baik pada hubungan sosial, struktur sosial dan nilai.
A. Gambaran Umum Masyarakat
Industri
Kemunculannya
dilatarbelakangi adanya perubahan besar di Eropa abad ke 19 dimulai dari
Renaissance, Revolusi Industri dan Revolusi Prancis. Sejak saat itu negara jajahan tidak lagi dipandang
sebagai penghasil bahan mentah saja namun juga sebagai daerah pemasaran.
a.
Pertumbuhan penduduk jauh
lebih tinggià penurunan angka kematian
b.
Tingkat pendidikan lebih
tinggiàangka melek huruf
c.
Perubahan karakterà waktu, rencana, pola
pikir dan rasionalitas
d.
Kemajuan transportasi dan
komunikasià intensitas hubungan
B. Teknologi dan Pola
Produksi
Sifat dan pola teknologi
sebagian besar tidak lagi bergantung tenaga manusia atau hewan (alam),
digantikan oleh mesin bahkan mampu memanipulasi sumber-sumber alam tersebut. Perubahan yang sangat radikal tdk saja pada sarana,
jenis, jumlah kualitas produksi namun juga pada orientasià semakin pentingnya
hubungan pertukaran
C. Sistem Kepemilikan
Pada hampir semua
masyarakat industri terdapat pengakuan akan kepemilikan pribadi (private
ownership). Sedangkan yang membedakan
masyarakat industri di antara satu dengan yang lain adalah hak atau derajat
kepemilikan: tak terbatas atau dibatasi.
1) Struktur Sosial
Insutrialisasi menyebabkan
terjadinya proses diferensiasi struktural pada institusi dlm masyaarkat dengan semakin
berkembangnya unit-unit sosial tertentu maka terbentuk spesialisasi peran dan fungsi (pembagian kerja).
Perkembangan yang penting
dari institusi tersebuat adalah perubahan institusi politik, yaitu negara.
Perbedaan konsep ( belum adanya kesepakatan diantara para
sosiolog).
Lenski melihatnya dari
dinamika perebutan kekuasaan dan hak istimewa, yaitu sistem kelas politik,
kepemilikan, okupasional, kependidikan, SARA, jenis kelamin, dan umur
Sepakat: elemen pembentuk
stratifikasi lebih komples dan stratifikasi diduduki anggota masyarakat yang
memiliki kelebihan pada kelas politik, kpemilikan, okupasional dan pendidikan. Mekanisme mobilitas menjadi salah satu hal penting.
Status masyarakat industri
adalah achived status dimana setiap individu berhak memiliki kesempatan yang
sama untuk mencapai posisi atas (terbuka). Namun stratifikasi tersebut hanya terjadi dlm jarak pendek tidak jauh dari posisi ortu, jarang terjadi
mobilitas dari paling bawah ke paling atas.
2). Sistem Distribusi
Proses distribusi melalui
institusi pasar sebagai bukti semakin
dominannya institusi ekonomi terutama pasar.
Pola distribusi ditentukan
oleh hukum permintaan dan penawaran.
Para sosiolog melihat
proses tersebut tidak terlepas dari peran negara dengan asumsi pasar
menghasilkan distorsi karena tarik menarik kepentingan organisasi sosial terpenting
yang mengatur kepentingan adalah negara. Negara dilihat sebagai objek perjuangan kepentingan yang
tidak akan pernah berhenti di antara organisasi atau kelompok dlm masyarakat.
Selain negara, struktur
sosial juga memiliki posisi penting dalam proses perjuangan kekuasaan dan hak
istimewa yaitu sistem okupasional dan pendidikan.
7.2 Distribusi Masyarakat
Post-Industri
Masyarakat post industri
ditandai dengan pergeseran dari pabrikasi barang ke pelayanan dan perluasan
pasar dunia serta perdagangan melalui transasksi kapital khususnya uang. Konsepsi industri berbasis ekonomi global yang liberal
dan tidak terbatas merupakan bentuk neoliberaliasi
dengan jargon globalisasi.
Sumbu asas globalisasi
adalah penghapusan batasan ekonomi antar negara sampai batas kewajaran melalui
perdagangan, keuangan dan investasi
a. Tiga pilar institusi globalisasi: IMF, Bank Dunia dan WTO
b. Pasar bebas: Investasi negara asing bebas keluar masuk
pasar uang dan melakukan investasi tdk langsung di bursa saham manapun.
c. Target: dimungkinkannya mobilitas modal dari
negara-negara kaya modal menuju negara kaya tenaga kerja dan bahan mentah alam
d. Terjadinya ketimpangan atau ketidakadilan sosial dalam
hal distribusi sumber-sumber ekonomi, produksi dan pendapatan
e. Dinamika proses ini bis berbentuk kekuatan struktural
yang berujung pada kepentingan pribadi
MODUL 8
METODE PENELITIAN SOSIOLOGI DISTRIBUSI
METODE PENELITIAN SOSIOLOGI DISTRIBUSI
Kegiatan Belajar : 1 Metode
Penelitian dalam Sosiologi Distribusi
A.
Ciri-ciri tulisan ilmiah sosiologi (skripsi)
1. Terarah pada eksplorasi atau pemahaman terhadap
masalah-masalah sosiologis
2. Kajian mempunyai kaitan dengan penelitian sebelumnya
3. Didukung data dan fakta secara objektif dan dikumpulkan
dengan metode yang dspst dipertanggungjawabkan validitasnya
4. Ditulis dengan bahasa indonesia yang benar dan alur pikir
yang jelas
} Variabel dependen (terikat): membutuhkan penjelasan
} Variabel independen (bebas): penjelas
Contoh: hubungan antara pembagian status dalam sistem
stratifikasi dengan partisipasi kelompok
5. Triangulasi menggabungkan dan membandingkan sumber data,
peneliti dan metode yang lain.
6. Who gets what and how = metode gabungan atau
triangulasi
B.
Metode index gini (What) dan
Variance untuk Studi Distribusi
1.
Metode index gini :
realitas ketimpangan distribusi
2.
Bersifat kuantitatif
menggunakan dasar analisis untuk distribusi frekuensi. Hasil akhir:
menentukan pemerataan distribusi.
3.
Kategorisasi ketimpangan
} 0.0-0.3 ketimpangan ringan
} 0.31-0.05 katimpangan sedang
} 0.51-1 ketimpangan
berat
4.
Tahapan
5.
Menentukan unit analisis
(populasi-sample) dan isu
6.
Kumpulkan dat dan hitung
frekuensi
7.
Menghitung nilai kumulatif
presentase
8.
Menggambar kurva lorenz
9.
Menghitung rasio gini
10. Analis variance (who)
Dalam sosiologi pertanyaan who
dijawab dengan kriteria sosial seperti:
} Status ekonomi: kaya-menengah-miskin
} Status sosiak: bangsawan-rakyat biasa
Analisis kualitatif (how) Kualitatif memiliki
keunggulan dalam analisis mendalam
Peneliti terlibat dan atau
berinteraksi langsung
Penekanan pada ketepatan
empati : pemberian makna subjektif terhadap suatu realita
MODUL 9
SOSIOLOGI DISTRIBUSI
IMPLEMENTASI
DI ERA OTONOMI DAERAH
Kegiatan Belajar : 1
Sistem Distribusi Sumber Daya
(Alam Dan Keuangan) Di Indonesia Dalam Era Otonomi Daerah.
Desentralisasi
dan otonomi daerah telah menjadi isu utama dalam reformasi pemerintahan
Indonesia sejak tahun 1999. Hal ini terkait dengan pemberian kewenangan daerah yang
lebih besar dari pemerintah pusat melalui Undang-undang No.22 tahun 1999 dan
Undang-undang No.25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-undang No.32 Tahun
2004 dan Undang-undang No.33 Tahun 1999.
Dalam
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, terkait masalah distribusi
keuangan negara yang diperoleh dari pendapatan sumber-sumber ekonomi negara.
Pembagian pendapatan tersebut telah diatur sistem bagi hasilnya. Di samping
penerimaan daerah dari bagi hasil tersebut, pemerintah daerah juga mendapatkan
penerimaan dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU).
Sistem ini diatur dengan rumus dan kebijakan tertentu. Dalam desentralisasi dan
otonomi daerah, oleh karena itu, sangat erat terkait dengan analisis Sosiologi
distribusi.
Distribusi
Dalam Pemerintah Daerah: Penghargaan Atau Penghasilan Pegawai dan
APBD.
Pemerintah
daerah dalam melaksanakan desentralisasi dan otonomi daerah, telah
mengembangkan dan melakasanakan aturan-aturan. Salah satu aturan yang dapat
kita lihat sebagai suatu bentuk sistem distribusi adalah aturan kepegawaian dan
gaji serta penataan kota. Sistem kepegawaian merupakan suatu bentuk sistem
stratifikasi sosial dan sistem penggajian adalah pembagian previlage yang disesuaikan dengan sistem stratifikasi sosial yang
diatur.
Di
samping itu, pemerintah daerah juga melakukan distribusi terhadap sumber-sumber
daya yang dimiliki dala rangka melakukan pembangunan daerah. Dalam perencaan
kota, di Jakarta misalnya, pemerintah daerah telah melakukan disteibusi gedung,
bangunan di suatu batas wilayah kota. Pengaturan ini jelas menimbulkan
pertanyaan tentang keadilan distributif dan keberpihakan golongan masyarakat.
Dalam otonomi daerah, setiap daerah mempunyai kewenangan luas untuk melakukan
distribusi kepada rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar